Suatu bangsa akan besar jika lekat dengan budaya literasi. Perubahan suatu bangsa pun dapat terjadi dengan literasi. Ketajaman pedang dapat dikalahkan tinta pena. Budayakanlah menulis sejak buaian hingga liang lahat. Karena menulis yang baik diawali dengan membaca yang baik pula.
 

Satu Jam Mengudara (Alam Borneo Tak lagi Hijau Kabar Kalbar dari Udara)


Kalimantan termasuk Kalbar digadang-gadang sebagai paru-paru dunia. Tentu pertimbangannya karena masih banyak pohon sebagai produsen oksigen. Tetapi selama perjalanan Pontianak-Sajingan, Sambas melalui udara, Hearth of Borneo tidak tergambarkan. Alamnya tak hijau lagi.

“PUKUL tujuh besok sudah di bandara,” bunyi suara di ujung telepon, Minggu (6/11) malam. “Saya Desius, Kapendam (Kepala Penerangan Kodam XII Tanjungpura,” tambahnya.Senin (7/11), sebelum pukul 07.00 saya sudah di Pangkalan Angkatan Udara Bandara Supadio Pontianak. Danrem 121/ABW Kolonel Inf Toto Rinanto, Ass Intel Kodam XII Tanjungpura Letkol Andi Muhammad, Waka Top Dam Letkol Rustandy ZA sudah datang sebelumnya. Sekitar pukul 07.30, Danrem dan rombongan mulai melangkah menuju helikopter. Sebelumnya, petinggi TNI AU Pontianak menyalaminya setelah memberi hormat. “Berapa orang yang terbang Ndan (komandan)?” Tanya seorang petinggi TNI AU di dekat helikopter. “Saya, As Intel, Waka Top dam, staf Pendam dan satu wartawan,” jawab Toto.

Di dalam helikopter sudah ada empat kru, dua di depan dan dua lagi di belakang. Setelah pilot, duduk di kursi tengah Toto, Andi dan Rustandy. Kami dan staf Pendam di kursi belakang diapit dua kru. “Sudah berapa kali naik heli,” tanya Toto berteriak melawan suara mesin helikopter yang sudah dinyalakan. “Ini pengalaman pertama,” jawabku dengan berteriak juga.

Setelah mengudara, helikopter mengarah ke timur lantas berbelok ke utara. Tujuannya memang ke utara Kalbar, yakni perbatasan Indonesia-Malaysia di Sajingan, Sambas. Sepanjang perjalanan Toto tidak memejamkan mata, sering dia memandang ke luar jendela. Begitu juga kru lainnya, pada lokasi tertentu dia mengeluarkan kamera dari saku lantas mengambil gambar.Aku pun berlaku sama, tali kamera selalu melilit lengan, kemudian aktif jeprat-jepret. Tidak jelas lokasi mana yang dilalui, hanya dapat mengira daerah atau kabupaten yang dilintasi. Hanya mengandalkan tanda-tanda alam. Tidak ada tempat bertanya.

Awalnya ingin mengandalkan kru yang duduk di samping untuk bertanya, tetapi saat helikopter mulai mengudara dia lebih banyak sibuk berkomunikasi dengan pilot. Sesekali saja memotret pemandangan.Belum lima belas menit mengudara, pemandangan mulai menarik. Hutan dengan vegetasi rapat jarang terlihat. Jika ada sifatnya seporadis, tidak dalam satu kawasan utuh. Jepretan pertamaku adalah suatu sungai yang lebar, ada beberapa bangunan. Bangunan itu terapung di sungai, seperti rumah penduduk di Danau Sentarum. Tetapi yang ini tidak luas.

Selanjutnya lebih banyak jepretan menembus kaca jendela. Satu sungai mengular melintasi beberapa perkampungan. Jelas dari atas airnya keruh, berwarna kuning kecokelatan. Terus ke utara, hutan kian menipis. Aktivitas perkebunan sawit mendominasi sebagian wilayah yang dilintasi. Ada yang seperti obat nyamuk. Ujung jalur penanaman sawit itu di puncak bukit yang tidak hijau lagi. Pemandangan seperti itu menemani perjalanan hingga ke Sajingan. Hanya sedikit kawasan yang masih hijau, tetap juga tidak utuh. Hijaunya seporadis.

Dalam pada itu, di sebelah kiri depan terlihat satu gunung berdiri sendiri, tidak jauh darinya ada tiga puncak yang hampir sama tinggi. Aku yakin itu Gugung Pasi dan Poteng di Singkawang. “Kita di belakang Singkawang sekarang,” kata kru di sampingku tanpa ditanya. “Iya, saya pun mengira begitu,” sahutku dalam hati.Lima belas menit menjelang mendarat, hamparan sawit sangat luas menyita perhatian sebagian besar kru. Dua kru yang duduk di bangku belakang mengambil beberapa gambar, dengan kamera saku dan ponsel. Aku pun begitu. Baik di kiri dan kanan semuanya lahan sawit. Mungkin usia sawitnya antara tiga hingga lima tahun. Luasnya puluhan ribu hektar. Namun tidak semuanya tumbuh dengan baik, di beberapa blok kebun itu botak. Sawitnya tidak subur, karena memang tumbuhnya di lahan datar. Banyak lokasi digenangi air.

Setelah satu jam perjalanan, helikopter dihadang hamparang bukit yang luas. Pilot mengurangi ketinggian. Ass Intel Kodam XII Tanjungpura, menagakan badan, memisahkan punggungnya dari bangku. Dia menepuk bahu pilot dan bertanya dengan suara dan isyarat tubuh. “Apakah kita akan melompati gunung itu,” begitu kira-kira katanya, karena tangannya berisyarat demikian. “Tidak,” jawab pilot dengan melambaikan tangan. “Kita mendarat sebelum gunung,” tambahnya.Rombongan akhirnya tiba di Pos TNI Sajingan Besar. Anggota TNI dan TDM telah bersiap menyambut, mereka berbaris. Tidak begitu lama di pos, Danrem dan rombongan menuju Markas Dewan Malindo, Biawak. Baru setelah itu TNI dan TDM menempuh perjalanan satu jam ke lokasi. Tujuan perjalan itu adalah meninjau tempat aktivitas perusahaan Malaysia yang masuk wilayah Indonesia.(*)
Read more